Monday, February 2, 2015

Buka Mata, Buka Telinga, Untuk Bangsa

      Dapatkah kita mengatakan pendidikan di Indonesia dalam keadaan yang baik? Atau justru telah memasuki masa kritis dan miris? Seperti dalam hal terbukanya beraneka lomba dan olimpiade dalam bentuk penelitian ilmiah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendidikan. Begitu banyak anak bangsa yang berminat dalam mengikuti beragam macam penelitian yang kemudian diserahkan pada suatu perlombaan maupun olimpiade tersebutr. Begitu besar minat mereka dalam membangun bangsa menjadi lebih baik dalam segala bidang dan tentunya dilihat dari segi pendidikan dengan mengikuti setiap lomba/olimpiade tersebut. Apalagi bila diperhatikan yang mereka teliti adalah kasus atau masalah yang ada di dalam bangsa. Undangan berbagai lomba maupun olimpiade terus berdatangan bahkan terbuka luas, bagi para siswa, mahasiswa, dosen maupun untuk umum.

      Bagi para pencari kasus (peneliti) yang ada dalam bangsa, ini merupakan tiket emas bagi mereka untuk membedah kasus-kasus yang ada di dalam bangsa dan kemudian dipublikasikan. Mereka pun terus mengasah otak guna mencari segala kasus dan membedahnya dengan berbagai teori maupun metodologi yang ada. Namun apakah penelitian yang mereka lakukan benar-benar berguna bagi bangsa dan negara? Mereka yang terus berpikir kritis hanya menyuguhkan sejumlah materi dan teori tanpa adanya suatu gerakan berupa praktik maupun solusi untuk membenahi/memperbaikinya. Sekalipun ada segelintir kalimat atau paragraf yang berisi saran atau solusi, apakah bangsa benar-benar melakukannya atau setidaknya memikirkan saran yang ada dan diaplikasikannya guna memperbaiki bangsa? Dari berbagai pernyataan dan pertanyaan yang ada, hal yang paling mengganggu pemikiran adalah, apakah penelitian-penelitian yang dilakukan hanya akan menjadi beban bagi para peneliti bangsa atau sekedar ‘embel-embel’ (basa basi) pendidikan?

       Masalah pertama dan yang paling utama menjadi penghalang kemajuan bangsa di dalam bidang pendidikan adalah kesulitan dalam menyatakan suatu pendapat. Para peneliti masih merasa sulit untuk menembus berbagai kasus yang ada di dalam bangsa dengan alasan ketakutan dalam berpendapat. Sampai salah kata berasumsi di dalam penelitiannya, maka akan menjadi bumerang bagi peneliti tersebut. Padahal pendapat pribadi peneliti bisa jadi sumber solusi besar dalam memperbaiki kasus bangsa yang ada. Betapa mirisnya jika disadari justru semakin banyak kasus di dalam bangsa yang hadir disebabkan oleh pendapat yang disampaikan. Pendapat peneliti yang tertulis dalam penelitiannya namun tidak didukung sumber terpercaya atau yang relevan maka akan dianggap sebagai suatu penelitian yang kurang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Padahal jika mereka perhatikan lagi isi dari pendapat pribadi peneliti tersebut, bisa jadi terdapat jawaban/solusi dari setiap permasalahan yang ada dalam bangsa. Bangsa ini terlihat kurang terbuka untuk orang-orang yang bagi mereka baru dalam bidangnya. Padahal orang-orang baru itu tak sepatutnya dipandang sebelah mata, karena bisa jadi merekalah yang berkemungkinan memiliki inteligensi yang tinggi dalam membangun bangsa menjadi lebih baik. Jangan sampai seolah bangsa terlihat tidak ingin benar-benar belajar apa yang sedang terjadi di dalam bangsa dan berapa banyak kasus-kasus yang ada didalamnya dan sudah berada di ujung tanduk.

      Kehebatan pendidikan di dalam negeri ini bukan hanya dilihat gratisnya biaya sekolah, kurikulum yang baik, ujian-ujian yang seolah mencari orang-orang yang benar-benar berprestasi yang bisa lulus sekolah, atau besarnya biaya yang turun sebagai modal penelitian mahasiswa serta dosen, tetapi apabila orang-orang yang dihasilkan dari pendidikan bisa menjadi orang yang membenah dan memperbaiki bangsa dan bukan hanya secara teoritis namun melalui praktiknya. Buktikan bahwa apa yang telah dididik oleh bangsa dapat ia kembalikan pula pada bangsa dan negaranya. Mulai sekarang cobalah untuk buka mata, buka telinga, untuk bangsa.

No comments:

Post a Comment