Dapatkah kita mengatakan pendidikan di
Indonesia dalam keadaan yang baik? Atau justru telah memasuki masa kritis dan
miris? Seperti dalam hal terbukanya beraneka lomba dan olimpiade dalam bentuk
penelitian ilmiah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendidikan. Begitu
banyak anak bangsa yang berminat dalam mengikuti beragam macam penelitian yang
kemudian diserahkan pada suatu perlombaan maupun olimpiade tersebutr. Begitu
besar minat mereka dalam membangun bangsa menjadi lebih baik dalam segala
bidang dan tentunya dilihat dari segi pendidikan dengan mengikuti setiap
lomba/olimpiade tersebut. Apalagi bila diperhatikan yang mereka teliti adalah
kasus atau masalah yang ada di dalam bangsa. Undangan berbagai lomba maupun
olimpiade terus berdatangan bahkan terbuka luas, bagi para siswa, mahasiswa,
dosen maupun untuk umum.
Bagi para pencari kasus (peneliti) yang ada dalam
bangsa, ini merupakan tiket emas bagi mereka untuk membedah kasus-kasus yang
ada di dalam bangsa dan kemudian dipublikasikan. Mereka pun terus mengasah otak
guna mencari segala kasus dan membedahnya dengan berbagai teori maupun
metodologi yang ada. Namun apakah penelitian yang mereka lakukan benar-benar
berguna bagi bangsa dan negara? Mereka yang terus berpikir kritis hanya
menyuguhkan sejumlah materi dan teori tanpa adanya suatu gerakan berupa praktik
maupun solusi untuk membenahi/memperbaikinya. Sekalipun ada segelintir kalimat
atau paragraf yang berisi saran atau solusi, apakah bangsa benar-benar
melakukannya atau setidaknya memikirkan saran yang ada dan diaplikasikannya
guna memperbaiki bangsa? Dari berbagai pernyataan dan pertanyaan yang ada, hal
yang paling mengganggu pemikiran adalah, apakah penelitian-penelitian yang
dilakukan hanya akan menjadi beban bagi para peneliti bangsa atau sekedar
‘embel-embel’ (basa basi) pendidikan?
Masalah pertama dan yang paling utama menjadi penghalang kemajuan bangsa
di dalam bidang pendidikan adalah kesulitan dalam menyatakan suatu pendapat. Para
peneliti masih merasa sulit untuk menembus berbagai kasus yang ada di dalam
bangsa dengan alasan ketakutan dalam berpendapat. Sampai salah kata berasumsi
di dalam penelitiannya, maka akan menjadi bumerang bagi peneliti tersebut.
Padahal pendapat pribadi peneliti bisa jadi sumber solusi besar dalam
memperbaiki kasus bangsa yang ada. Betapa mirisnya jika disadari justru semakin
banyak kasus di dalam bangsa yang hadir disebabkan oleh pendapat yang
disampaikan. Pendapat peneliti yang tertulis dalam penelitiannya namun tidak
didukung sumber terpercaya atau yang relevan maka akan dianggap sebagai suatu
penelitian yang kurang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Padahal jika
mereka perhatikan lagi isi dari pendapat pribadi peneliti tersebut, bisa jadi
terdapat jawaban/solusi dari setiap permasalahan yang ada dalam bangsa. Bangsa
ini terlihat kurang terbuka untuk orang-orang yang bagi mereka baru dalam
bidangnya. Padahal orang-orang baru itu tak sepatutnya dipandang sebelah mata,
karena bisa jadi merekalah yang berkemungkinan memiliki inteligensi yang tinggi
dalam membangun bangsa menjadi lebih baik. Jangan sampai seolah bangsa terlihat
tidak ingin benar-benar belajar apa yang sedang terjadi di dalam bangsa dan berapa
banyak kasus-kasus yang ada didalamnya dan sudah berada di ujung tanduk.
Kehebatan
pendidikan di dalam negeri ini bukan hanya dilihat gratisnya biaya sekolah,
kurikulum yang baik, ujian-ujian yang seolah mencari orang-orang yang
benar-benar berprestasi yang bisa lulus sekolah, atau besarnya biaya yang turun
sebagai modal penelitian mahasiswa serta dosen, tetapi apabila orang-orang yang
dihasilkan dari pendidikan bisa menjadi orang yang membenah dan memperbaiki
bangsa dan bukan hanya secara teoritis namun melalui praktiknya. Buktikan bahwa
apa yang telah dididik oleh bangsa dapat ia kembalikan pula pada bangsa dan
negaranya. Mulai sekarang cobalah untuk buka mata, buka telinga, untuk bangsa.
No comments:
Post a Comment