
Hai kawan, sudah lama saya tidak menulis di blog karena beragam kesibukan yang ada. Ada banyak hal yang terlewati dengan cukup atau bahkan sangat menyedihkan belakangan ini. Salah satu hal menyedihkan yang ingin saya ceritakan pada kesempatan kali ini adalah saat kepergian Wigel. Wigel adalah burung hantu (celepuk) yang sudah saya pelihara sejak ia masih berusia 2 bulan. Wigel saya beli di daerah pasar burung Barito pada tanggal 28 Maret 2013 dan kemudian Wigel pun menjadi partner yang lucu, hebat, dan menyenangkan. Sehari-hari ia menemani saya saat belajar, istirahat dan melakukan kegiatan lainnya. Wigel tidak seperti burung lainnya, entah karena burung hantu memang seperti itu, atau karena Wigel memang berbeda. Ia selalu mengerti apa yang saya ucapkan. Segala apa yang saya larang tidak pernah ia langgar, seperti melarangnya hinggap di atas kasur. Sekalipun Wigel tidak dalam keadaan di dalam sangkar, tidak juga sedang terikat, saya tidak pernah takut melepasnya di luar karena ia selalu tahu kemana ia harus kembali. Selain itu, yang paling menarik adalah Wigel merupakn burung hantu yang takut akan kegelapan, sehingga setiap mati lampu, Wigel pun harus disinari senter agar tidak ketakutan.
Saya dan Wigel bersama di rumah kost saya di daerah Depok, tuntutan mengejar ilmu membuat saya harus kost di daerah tersebut. Teman-teman takut dengan Wigel karena mitos yang mengatakan dimana ada burung hantu disitu pasti terdapat makhluk halus (hantu). Selanjutnya mereka pun akhirnya merasa mulai terbiasa dan terbukti tidak ada keanehan mistis yang terjadi karena adanya burung hantu di rumah kost saya, kost Adidarma.
Wigel bukan hanya burung hantu milik saya, ia pun menjadi milik kekasih saya. Ketika saya lelah dan merasa malas membersihkan kandangnya, kekasih saya yang membantu membersihkan serta ikut bertanggung jawab dalam memberikan makanan untuk Wigel, yaitu berupa jangkrik. Awalnya Wigel belum bisa terbang, saya pun mulai mengajarkannya dengan membiasakan ia mengepakkan sayapnya. Saya meletakkan Wigel dilengan saya dan menaik turunkan lengan agar ia terbiasa mengepakkan kedua sayapnya yang masih berbulu halus layaknya kapas. Masih teringat sekali saat itu ia masih sangat kecil dan bersuara seperti anak ayam (aaakk akkk akkk) yang berteriak-teriak, sampai akhirnya suaranya berubah layaknya burung hantu biasanya (huuukk hukk hukk).
Pada 2 minggu awal ia bersama saya, saya pernah melakukan kesalahan padanya. Saat itu saya sedang berlibur di rumah saudara yang memiliki anak kecil. Hari naas itu saya pergi ke daerah Kemayoran bersama papa saya, Wigel saya tinggal di rumah saudara saya di dalam sangkar. Waktu saya pulang saya kaget dengan keadaan Wigel, ia pincang saat berjalan, nunduk terus dan terlihat lemas. Mama saya bilang bahwa sangkarnya terjatuh tersenggol oleh adik sepupu saya. Saat itu saya takut ia mati dan itu sangat mengenaskan karena baru 2 minggu di tangan saya dan ia terluka karena kelalaian saya. Tetapi ternyata Wigel bertahan, ia pun berangsur sembuh, tetapi saat saya berlibur ke rumah saudara saya itu lagi, Wigel seperti trauma dan lebih banyak diam jika dibawa kembali kesana. Saya pikir tak apa, yang terpenting ia hidup dan baik-baik saja.
Berbekal sekedar rasa ingin memiliki burung hantu tanpa pengetahuan yang cukup dalam merawatnya membuat saya akhirnya kehilangan ia untuk selamanya. Sebelumnya Wigel telah saya titipkan di rumah kekasih saya karena saya pergi ke Puncak, Bogor untuk waktu yang cukup lama. Karena tak ada yang menjaga dan merawatnya, maka saya akhirnya menitipkan ia pada kekasih saya. Saat itu adalah bulan Desember 2013 yang lalu. Saat saya sudah kembali ke Depok, Wigel belum bisa kembali bersama saya karena keadaan cuaca yang selalu hujan sehingga tidak mungkin kekasih saya mengendarai motor dan membawa Wigel ke kost saya. Akhirnya Wigel pun tetap tinggal bersama kekasih saya.

Pada bulan Februari 2014 Wigel sakit, ia seperti merasa berat pada kepalanya. Setiap ia melihat ke satu arah, perlahan kepalanya tertunduk, begitu terus berulang-ulang. Dan akhirnya saya dan kekasih memutuskan membawa ia ke dokter dan untuk pertama kalinya ia pun di vaksin. Vaksin adalah pencegah penyakit, tetapi bukan penyembuh penyakit. Ternyata Wigel sudah mengidap penyakit yang lebih dikenal dengan sebutan tetelo ayam yang menyerang unggas, penyakit ini mematikan fungsi saraf serta mengganggu sistem pernafasan unggas. Seiring waktu berlalu Wigel akhirnya membaik, tetapi ternyata tidak lama. Wigel kembali sakit dan lebih parah, ia terjatuh dari kayu tempat ia hinggap di dalam sangkar dan tidak dapat bangun. Sekeras apapun ia berusaha bangun, Ia tidak dapat berdiri di atas cakar kecilnya itu. Tepat tanggal 31 Mei 2014 kejadian tersebut terjadi, Wigel kembali sakit. Saya pun dijemput kekasih saya untuk melihat keadaan Wigel. Sejak saya datang, ia tidak mau dipegang siapapun selain saya, ia berontak dan lebih merasa nyaman jika saya yang memegang dan menggendongnya. Singkat cerita, saya terlalu sedih untuk menceritakan secara detail kejadian malam itu, akhirnya Wigel pun menghembuskan nafasnya yang terakhir pada malam itu. Hari itu menjadi the last time saya melihat mata belonya dan mengelus bulunya.
Selamat jalan Wigel, dan terima kasih bagi yang sudah membaca postingan saya ini. Sampai jumpa di lain cerita yaa.. :)
No comments:
Post a Comment